Archive for the ‘Mass Communications’ Category
- Surveillance (Pengawasan)
- Interpretations (Penafsiran)
- Linkage (Pertalian)
- Transmission of value (Penyebaran Nilai-nilai)
- Intertainment (Hiburan)
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya tidak dapat hidup sendiri. Kehidupan manusia sudah dikodratkan untuk saling bergantung antar manusia dalam suatu tatanan kehidupan yang disebut kehidupan sosial. Dalam menjalani kehidupan sosialnya, manusia senantiasa harus berinteraksi satu sama lain. Untuk itu komunikasi sangat penting untuk menunjang kehidupan sosial masyarakat.
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan berasal dari kata communis yang berarti sama. Komunikasi akan berlangsung dengan lancar apabila terdapat kesamaan pengertian antara bentuk komunikasi yang digunakan dan makna yang dimaksud.[1]
Dalam studi komunikasi terdapat dua mazhab utama yang sering dijadikan landasan berpikir para ilmuwan komunikasi dalam meneliti berbagai fenomena komunikasi. John Fiske, membagi studi Komunikasi dalam dua Mahzab Utama[2]. Mahzab pertama melihat komunikasi sebagai suatu transmisi pesan. Fiske tertarik dengan bagaimana pengirim dan penerima mengkonstruksi pesan (encode) dan menerjemahkannya (decode), dan dengan bagaimana transmiter menggunakan saluran dan media komunikasi.
Fiske melihat komunikasi sebagai suatu proses yang dengannya seorang pribadi mempengaruhi perilaku atau state of mind pribadi yang lain. Jika efek tersebut berbeda dari atau lebih kecil daripada yang diharapkan, mahzab ini cenderung berbicara tentang kegagalan komunikasi, dengan melihat tahap-tahap dalam proses tersebut guna mengetahui dimana kegagalan tersebut terjadi. Selanjutnya kita akan menyebut mahzab ini sebagai “Mahzab Proses”.[3]
Sedangkan mahzab kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna, berkenaan dengan bagaimana pesan atau teks berinteraksi dengan orang-orang dalam kebudayaan kita. Fiske menggunakan istilah-istilah seperti pertandaan (signification), dan tidak memandang kesalahpahaman sebagai bukti yang penting dari kegagalan komunikasi––hal itu mungkin akibat dari perbedaan budaya antara pengirim dan penerima. Bagi mahzab ini, studi komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan.[4] Mahzab ini mendefinisikan interaksi sosial sebagai yang membentuk individu sebagai anggota dari suatu budaya atau masyarakat tertentu.
Bagi mahzab yang melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna, pesan merupakan suatu konstruksi tanda yang melalui interaksinya dengan penerima, kemudian menghasilkan makna. Pengirim, yang didefinisikan sebagai transmiter pesan, menurun arti pentingnya. Penekanan begeser pada teks dan bagaimana teks itu “dibaca”. Membaca adalah proses menemukan makna yang terjadi ketika pembaca berinteraksi atau bernegoisasi dengan teks. Negosiasi ini terjadi karena pembaca membawa aspek-aspek pengalaman budayanya untuk berhubungan dengan kode dan tanda yang menyusun teks. Ia juga melibatkan pemahaman yang agak sama tentang apa sebenarnya teks tersebut. Maka pembaca dengan pengalaman sosial yang berbeda atau dari budaya yang berbeda mungkin menemukan makna yang berbeda pada teks yang sama. Ini bukanlah, seperti yang telah kami katakan, bukti yang penting dari kegagalan komunikasi.[5]
Lantas, pesan bukanlah sesuatu yang dikirim dari A ke B, melainkan suatu elemen dalam sebuah hubungan terstruktur yang elemen-elemen lainnya termasuk realitas eksternal dan produser/pembaca. Memproduksi dan membaca teks dipandang sebagai proses yang peralel, jika tidak identik, karena mereka menduduki tempat yang sama dalam hubungan tersetruktur ini. Kita bisa menggambarkan model struktur ini sebagai sebuah segitiga dengan anak panah yang menunjukan interaksi yang konstan; struktur tersebut tidaklah statis, melainkan suatu praktik yang dinamis[6].
Merunut pada mazhab komunikasi produksi dan pertukaran makna di atas[7], penerima atau pembaca teks dipandang memainkan peran yang lebih aktif dibandingkan dalam kebanyakan model mazhab komunikasi proses yang lebih menonjolkan pada pihak pengirim pesan teks.
Dalam kehidupan manusia, komunikasi merupakan satu hal yang mendasar. Salah satu bentuk kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh manusia adalah komunikasi massa. Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronis sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Secara sederhana, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, yakni surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film (Jalaluddin Rakhmat, 2001:189).
Menurut Elizabeth-Noelle Neuman, ada empat tanda pokok komunikasi massa yaitu (1) bersifat tidak langsung, artinya harus melalul media teknis; (2) bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi (para komunikan); (3) bersifat terbuka, artinya ditujukan kepada publik yang tidak terbatas dan anonim; (4) mempunyai publik yang secara geografis tersebar (Jalaluddin Rakhmat, 2001:189).
Perkembangan media komunikasi modern dewasa ini telah memungkinkan orang di seluruh dunia untuk dapat saling berkomunikasi hal ini dimungkinkan karena adanya berbagai media (channel) yang dapat digunakan sebagai sarana penyampaian pesan. Media penyiaran, yaitu radio dan televisi merupakan salah satu bentuk media massa yang efisien dalam mencapai audiennya dalam jumlah yang sangat banyak. Karenannya media penyiaran memegang peranan yang sangat penting dalam ilmu komunikasi pada umumnya dan khususnya ilmu komunikasi massa. (Morissan, 2008:13).
Saat ini bisa dikatakan bahwa televisi yang menjadi media komunikasi massa paling populer. Pada hakekatnya, media televisi lahir karena perkembangan teknologi. Bermula dari ditemukannya elecctrische telescope sebagai perwujudan gagasan dari seorang mahasiswa di Berlin (Jerman Timur) yang bernama Paul Nipkov, untuk mengirim gambar melalui udara dan satu tempat ke tempat lain. Hal ini terjadi antara tahun 1883-1884. Akhirnya Nipkov diakui sebagai “bapak” televisi (Wawan Kuswandi, 1996:6).
Saat ini bisa dikatakan bahwa televisilah yang menjadi media komunikasi massa paling populer. Studi tentang televisi pun banyak dilakukan. Karakteristik televisi yang memiliki jangkaun siar luas dan dapat memberikan efek yang besar pula menjadi daya tarik tersendiri untuk diteliti. Seperti yang diungkapkan oleh Milly Buonanno: The thing that brought many to study television in the first place, namely a popular reach, commercial scale, political power, and cultural significance that made The Tube a metonym of society as a whole, has passed (http://ijoc.org/ojs/index.php/ijoc/article/view/479/317)
Secara teknis televisi dapat diartikan sebagai sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi berasal dari kata “tele” dan “vision”, yang mempunyai arti masing-masing jauh (tele) dan tampak (vision). Jadi televisi berarti tampak atau dapat melihat dari jarak jauh (http://id.wikipedia.org/wiki/ televisi).
Sedangkan pengertian komunikasi massa media televisi ialah proses komunikasi antara komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana, yaitu televisi. Dalam komunikasi massa media tersebut, lembaga penyelenggara komunikasi bukan secara perorangan, melainkan melibatkan banyak orang dengan organisasi yang kompleks dan pembiayaan yang besar. Karena media televisi bersifat transitory (hanya meneruskan), mata pesan-pesan yang disampikan melalui komunikai massa media tersebut hanya dapat didengar dan dilihat sekilas. Pesan-pesan televisi bukan hanya didengar, tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang bergerak (audio visual) (Wawan Kuswandi, 1996:16).
Karena sifat komunikasi massa media televisi yang transitory (hanya meneruskan) itu maka: (1) isi pesan yang akan disampaikannya harus singkat dan jelas, (2) cara penyampaian kata per kata harus benar, (3) intonasi suara dan artikulasi harus tepat dan baik (Wawan Kuswandi, 1996:18).
Paradigma Harold D. Lasswell (1984) tentang proses komunikasi yang berbunyi “Who, says waht, to whom, in which channel, and with what effect?“. Secara langsung menggambarkan bahwa proses komunikasi seseorang memerlukan media. Memasukan paradigma Lasswell dalam komunikasi massa media televisi, secara tegas memperlihatkan bahwa dalam setiap pesan yang disampaikan te1evisi; tentu saja mempunyai tujuan khalayak, sasaran, serta akan mengakibatkan umpan balik, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Posisi dan peran media televisi dalarn operasionalisasinya di masyarakat, tidak berbeda dengan media cetak dan radio. Robert K. Avery dalam bukunya “Communication and The Media” dan Stanford B. Weinberg dalam “Messeges – A Reader in Human Communication“, Random House, New York 1980, mengungkapakan tiga fungsi media:
- The surveillance of the environment, yaitu mengamati lingkungan.
- The correlation of the part of society in responding to the environment, yaitu mengadakan korelasi antara informasi ada yang diperoleh dengan kebutuhan khalayak sasaran, karena komunikator lebih menekankan pada seleksi evaluasi dan interpretasi.
- The transmission of the social heritage from one generation to the next, maksudnya ialah menyalurkan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Ketiga fungsi di atas pada dasarnya memberikan suatu penilaian pada media massa sebagai alat atau sarana yang secara sosiologis menjadi perantara untuk menyambung atau menyampaikan nilai-nilai tertentu kepada masyarakat. Tepatlah apabila ketiga fungsi yang dinyatakan oleh Harold Laswell tersebut menjadi kewajiban yang perlu dilakukan oleh media massa pada umumnya (Wawan Kuswandi, 1996:24).
Untuk di Indonesia sendiri, televisi sebagai media komunikasi massa mengalami perkembangan yang dinamis. Televisi mulai masuk di Indonesia (Jakarta) pada tahun 1962, bertepatan dengan “The 4th Asian Games”. Ketika itu Indonesia menjadi penyelenggara. Peresmian pesta olahraga tersebut bersamaan dengan peresmian penyiaran televisi oleh Presiden Soekarno, tanggal 24 Agustus 1962. Televisi yang pertama muncul adalah TVRI dengan jam siar antara 30-60 menit sehari (Wawan Kuswandi, 1996:34).
Dunia pertelevisian di Indonesia berkembang pesat seiring dengan deregulasi pertelevisian Indonesia oleh pemerintah sejak tanggal 24 Agustus 1990 melalui Surat Keputusan Menteri Penerangan nomor 111 tahun 1990 yang mengatur tata cara penyiaran di Indonesia. Hal ini terbukti dengan bermunculannya televisi-televisi swasta. Pada saat itu pemerintah mengijinkan lima saluran televisi swasta yakni RCTI, SCTV, TPI, ANTV, dan Indosiar, mandiri untuk beroperasi secara nasional (Ishadi SK, 1999:20).
Dan saat ini tercatat sudah ada 10 stasiun televisi swasta nasional yang telah mengudara yakni RCTI, SCTV, TPI, ANTV, lndosiar, Trans TV, Trans7, Global TV, Metro TV, dan TV One. Ini masih ditambah dengan puluhan tv lokal dan tv kabel lainnya. Hal ini membuktikan bahwa televisi memang sudah menjadi “barang penting” di Indonesia dan mi bisa menjadi media komunikasi massa yang paling efektif.
DAFTAR FUSTAKA
Ishadi SK. 1999. Dun/a Penyiaran Prospek dan Taniangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kuswandi, Wawan, 1996. Kornunikasi Massa Sebuah A na/isis Media Televisi. Jakarta Rineka Cipta.
Mc.Quail, Dennis.1994. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Morissan. 2008. Jurnalistik Televisi Mutaithir. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi Komunikasi, Bandung: PT Reinaja Rosdakarya. 1993. Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi dengan Contoh Anal isis Statistik. Bandung: PT Remaja Roasdakarya.
http://ijoc.org/ojs/index.php/ijoc/article/view/479/317
http://id.wikipedia.org/wiki/ televisi
Pada dasarnya komunikasi adalah penyampaian pesan dari komunikator melalui suatu media. Komunikasi yang ditujukan kepada komunikan dalam jumlah besar disebut komunikasi massa.
Definisi komunikasi massa juga diberikan oleh Jalaluddin Rakhmat sebagai berikut :
Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.[1]
Komunikasi massa diartikan penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa yang abstrak, yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan. Menjalankan proses dalam penyampaian tujuan untuk mencapai sesuatu yang diharapkan, maka peranan dari media massa ini pun sangat berarti bagi masyarakat.
Setiap aktivitas atau sesuatu yang kita lakukan pasti memiliki fungsi. Beberapa pakar komunikasi memiliki pendapat yang beraneka ragam mengenai fungsi komunikasi. Namun pada dasarnya komunikasi dan komunikasi massa memiliki fungsi, yaitu :
- Menyiarkan informasi (to inform)
- Mendidik (to educate)
- Menghibur (to entertain) [2]
Komunikasi massa, dengan fungsinya sebagai sarana hiburan, informasi, dan pendidikan, menimbulkan pengaruh yang positif. Tetapi kurangnya keterampilan, pengetahuan, dan kewaspadaan pihak yang menangainya, pengaruhnya yang negatif tidak kecil. Komunikasi massa sebagai medium hiburan, terutama menggunakan media massa, jadi fungsi-fungsi hiburan yang ada pada media massa juga merupakan bagian dari fungsi komunikasi massa.
Tujuan dari komunikasi massa adalah adanya efek yang ditimbulkan setelah komunikan menerima pesan yang disajikan komunikator melalui media massa. Efek yang timbul dari proses komunikasi massa adalah sebagai berikut[3]:
1 Efek kognitif
Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan dan informasi.
2 Efek afektif
Efek afektif terjadi bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan sikap, emosi atau nilai.
3 Efek behavioral
Efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kegiatan berperilaku.
Efek kognitif, afektif dan behavioral merupakan rangkaian proses dalam diri kehidupan manusia yang saling berhubungan. Efek-efek tersebut dapat terjadi karena adanya proses komunikasi. Efek dari proses komunikasi sering menembus sistem sosial, budaya dan mempengaruhi dinamika masyarakat serta mempengaruhi struktur yang ada. Sebagai individu (audiens) merespons berita atau informasi media berdasarkan realitas sosial yang ada serta kebebasan media itu sendiri. Dan jika individu itu sebagai aktor, maka sesungguhnya media massa adalah alat untk memenuhi berbagai kebutuhan. Walau akhirnya efek media mampu mempengaruhi individu dan masyarakat secara keseluruhan, termasuk mempengaruhi media massa maupun informasi.
[1] Jalaludin Rahmat. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung. 1994. hlm. 189
[2] Onong Uchjana Effendy. Dinamika Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2004. hlm. 54
[3] Jalaludin Rakhmat. Op cit. 1996. hlm 219