Televisi Sebagai Media komunikasi Massa

Posted: Juni 27, 2011 in Mass Communications

Dalam kehidupan manusia, komunikasi merupakan satu hal yang mendasar. Salah satu bentuk kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh manusia adalah komunikasi massa. Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronis sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Secara sederhana, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, yakni surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film (Jalaluddin Rakhmat, 2001:189).

Menurut Elizabeth-Noelle Neuman, ada empat tanda pokok komunikasi massa yaitu (1) bersifat tidak langsung, artinya harus melalul media teknis; (2) bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi (para komunikan); (3) bersifat terbuka, artinya ditujukan kepada publik yang tidak terbatas dan anonim; (4) mempunyai publik yang secara geografis tersebar (Jalaluddin Rakhmat, 2001:189).

Perkembangan media komunikasi modern dewasa ini telah memungkinkan orang di seluruh dunia untuk dapat saling berkomunikasi hal ini dimungkinkan karena adanya berbagai media (channel) yang dapat digunakan sebagai sarana penyampaian pesan. Media penyiaran, yaitu radio dan televisi merupakan salah satu bentuk media massa yang efisien dalam mencapai audiennya dalam jumlah yang sangat banyak. Karenannya media penyiaran memegang peranan yang sangat penting dalam ilmu komunikasi pada umumnya dan khususnya ilmu komunikasi massa. (Morissan, 2008:13).

Saat ini bisa dikatakan bahwa televisi yang menjadi media komunikasi massa paling populer. Pada hakekatnya, media televisi lahir karena perkembangan teknologi. Bermula dari ditemukannya elecctrische telescope sebagai perwujudan gagasan dari seorang mahasiswa di Berlin (Jerman Timur) yang bernama Paul Nipkov, untuk mengirim gambar melalui udara dan satu tempat ke tempat lain. Hal ini terjadi antara tahun 1883-1884. Akhirnya Nipkov diakui sebagai “bapak” televisi (Wawan Kuswandi, 1996:6).

Saat ini bisa dikatakan bahwa televisilah yang menjadi media komunikasi massa paling populer. Studi tentang televisi pun banyak dilakukan. Karakteristik televisi yang memiliki jangkaun siar luas dan dapat memberikan efek yang besar pula menjadi daya tarik tersendiri untuk diteliti. Seperti yang diungkapkan oleh Milly Buonanno: The thing that brought many to study television in the first place, namely a popular reach, commercial scale, political power, and cultural significance that made The Tube a metonym of society as a whole, has passed (http://ijoc.org/ojs/index.php/ijoc/article/view/479/317)

Secara teknis televisi dapat diartikan sebagai sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi berasal dari kata “tele” dan “vision”, yang mempunyai arti masing-masing jauh (tele) dan tampak (vision). Jadi televisi berarti tampak atau dapat melihat dari jarak jauh (http://id.wikipedia.org/wiki/ televisi).

Sedangkan pengertian komunikasi massa media televisi ialah proses komunikasi antara komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana, yaitu televisi. Dalam komunikasi massa media tersebut, lembaga penyelenggara komunikasi bukan secara perorangan, melainkan melibatkan banyak orang dengan organisasi yang kompleks dan pembiayaan yang besar. Karena media televisi bersifat transitory (hanya meneruskan), mata pesan-pesan yang disampikan melalui komunikai massa media tersebut hanya dapat didengar dan dilihat sekilas. Pesan-pesan televisi bukan hanya didengar, tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang bergerak (audio visual) (Wawan Kuswandi, 1996:16).

Karena sifat komunikasi massa media televisi yang transitory (hanya meneruskan) itu maka: (1) isi pesan yang akan disampaikannya harus singkat dan jelas, (2) cara penyampaian kata per kata harus benar, (3) intonasi suara dan artikulasi harus tepat dan baik (Wawan Kuswandi, 1996:18).

Paradigma Harold D. Lasswell (1984) tentang proses komunikasi yang berbunyi “Who, says waht, to whom, in which channel, and with what effect?“. Secara langsung menggambarkan bahwa proses komunikasi seseorang memerlukan media. Memasukan paradigma Lasswell dalam komunikasi massa media televisi, secara tegas memperlihatkan bahwa dalam setiap pesan yang disampaikan te1evisi; tentu saja mempunyai tujuan khalayak, sasaran, serta akan mengakibatkan umpan balik, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Posisi dan peran media televisi dalarn operasionalisasinya di masyarakat, tidak berbeda dengan  media cetak dan radio. Robert K. Avery dalam bukunya “Communication and The Media” dan Stanford B. Weinberg dalam “Messeges – A Reader in Human Communication“, Random House, New York 1980, mengungkapakan tiga fungsi media:

  1. The surveillance of the environment, yaitu mengamati lingkungan.
  2. The correlation of the part of society in responding to the environment, yaitu mengadakan korelasi antara informasi ada yang diperoleh dengan kebutuhan khalayak sasaran, karena komunikator lebih menekankan pada seleksi evaluasi dan interpretasi.
  3. The transmission of the social heritage from one generation to the next, maksudnya ialah menyalurkan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Ketiga fungsi di atas pada dasarnya memberikan suatu penilaian pada media massa sebagai alat atau sarana yang secara sosiologis menjadi perantara untuk menyambung atau menyampaikan nilai-nilai tertentu kepada masyarakat. Tepatlah apabila ketiga fungsi yang dinyatakan oleh Harold Laswell tersebut menjadi kewajiban yang perlu dilakukan oleh media massa pada umumnya (Wawan Kuswandi, 1996:24).

Untuk di Indonesia sendiri, televisi sebagai media komunikasi massa mengalami perkembangan yang dinamis. Televisi mulai masuk di Indonesia (Jakarta) pada tahun 1962, bertepatan dengan “The 4th Asian Games”. Ketika itu Indonesia menjadi penyelenggara. Peresmian pesta olahraga tersebut bersamaan dengan peresmian penyiaran televisi oleh Presiden Soekarno, tanggal 24 Agustus 1962. Televisi yang pertama muncul adalah TVRI dengan jam siar antara 30-60 menit sehari (Wawan Kuswandi, 1996:34).

Dunia pertelevisian di Indonesia berkembang pesat seiring dengan deregulasi pertelevisian Indonesia oleh pemerintah sejak tanggal 24 Agustus 1990 melalui Surat Keputusan Menteri Penerangan nomor 111 tahun 1990 yang mengatur tata cara penyiaran di Indonesia. Hal ini terbukti dengan bermunculannya televisi-televisi swasta. Pada saat itu pemerintah mengijinkan lima saluran televisi swasta yakni RCTI, SCTV, TPI, ANTV, dan Indosiar, mandiri untuk beroperasi secara nasional (Ishadi SK, 1999:20).

Dan saat ini tercatat sudah ada 10 stasiun televisi swasta nasional yang telah mengudara yakni RCTI, SCTV, TPI, ANTV, lndosiar, Trans TV, Trans7, Global TV, Metro TV, dan TV One. Ini masih ditambah dengan puluhan tv lokal dan tv kabel lainnya. Hal ini membuktikan bahwa televisi memang sudah menjadi “barang penting” di Indonesia dan mi bisa menjadi media komunikasi massa yang paling efektif.

DAFTAR FUSTAKA

Ishadi SK. 1999. Dun/a Penyiaran Prospek dan Taniangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.          

Kuswandi, Wawan, 1996. Kornunikasi Massa Sebuah A na/isis Media Televisi. Jakarta Rineka Cipta.

Mc.Quail, Dennis.1994. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Morissan. 2008. Jurnalistik Televisi Mutaithir. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi Komunikasi, Bandung: PT Reinaja Rosdakarya. 1993. Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi dengan Contoh Anal isis Statistik. Bandung: PT Remaja Roasdakarya.

http://ijoc.org/ojs/index.php/ijoc/article/view/479/317

http://id.wikipedia.org/wiki/ televisi

Tinggalkan komentar